Translate This !

Sunday, April 10, 2011

KEMISKINAN (Poverty)

Kemiskinan merupakan masalah global yang dapat ditemukan di semua negara, baik itu negara maju terlebih lagi di negara berkembang (Booth dan Sundrum, 1987). Konsep mengenai kemiskinan sangat beragam, mulai dari sekedar ketidak mampuan memenuhi kebutuhan konsumsi dasar dan memperbaiki keadaan, kurangnya kesempatan berusaha, hingga pengertian yang lebih luas yang memasukkan aspek sosial dan moral (Sholeh, 2010).
BAPPENAS (2004) mendefinisikan kemiskinan sebagai kondisi dimana seseorang atau sekelompok orang, laki-laki dan perempuan, tidak mampu memenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Hak-hak dasar tersebut antara lain, terpenuhinya kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, pertanahan, sumberdaya alam dan lingkungan hidup, rasa aman dari perlakukan atau ancaman tindak kekerasan dan hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial-politik. 

Kemiskinan terjadi disebabkan oleh banyak faktor. Bank Dunia (2003) merumuskan bahwa penyebab kemiskinan adalah (1) kegagalan kepemilikan terutama tanah dan modal; (2) terbatasnya ketersediaan bahan kebutuhan dasar, sarana dan prasarana; (3) kebijakan pembangunan yang bias perkotaan dan bias sektor; (4) adanya perbedaan kesempatan di antara anggota masyarakat dan sistem yang kurang mendukung; (5) adanya perbedaan sumber daya manusia dan perbedaan antara sektor ekonomi (ekonomi tradisional versus ekonomi modern); (6) rendahnya produktivitas dan tingkat pembentukan modal dalam masyarakat; (7) budaya hidup yang dikaitkan dengan kemampuan seseorang mengelola sumber daya alam dan lingkunganya; (8) tidak adanya tata pemerintahan yang bersih dan baik (good governance); (9) pengelolaan sumber daya alam yang berlebihan dan tidak berwawasan lingkungan. Indikator utama kemiskinan menurut Bank Dunia adalah kepemilikan tanah dan modal yang terbatas, terbatasnya sarana dan prasarana yang dibutuhkan, pembangunan yang bias kota, perbedaan kesempatan di antara anggota masyarakat, perbedaan sumber daya manusia dan sektor ekonomi, rendahnya produktivitas, budaya hidup yang jelek, tata pemerintahan yang buruk, dan pengelolaan sumber daya alam yang berlebihan. 

Sementara, menurut Sumitro Djojohadikusumo (1995) jika kemiskinan dilihat dari pola kemiskinan yang berhubungan dengan faktor penyebabnya, kemiskinan dibagi menjadi 4 yaitu : (1) Persistent poverty, yaitu kemiskinan yang telah kronis atau turun temurun. (2) Cyclical poverty, yaitu kemiskinan yang mengikuti pola siklus ekonomi secara keseluruhan. (3) Seasonal poverty, yaitu kemiskinan musiman seperti dijumpai pada kasus nelayan dan petani tanaman pangan. Dan (4) Accidental poverty, yaitu kemiskinan karena terjadinya bencana alam atau dampak dari suatu kebijakan tertentu yang menyebabkan menurunnya tingkat kesejahteraan suatu masyarakat. 

Pengukuran kemiskinan sangat penting dalam perencanaan untuk upaya pengentasan kemiskinan. Nurkse (1953) dalam Kuncoro, (1997) secara sederhana membagi ukuran kemiskinan menjadi : (1) Kemiskinan Absolut, (2) Kemiskinan Relatif dan (3) Kemiskinan Kultural. 

Kemiskinan secara absolut ditentukan berdasarkan ketidakmampuan untuk mencukupi kebutuhan pokok minimum seperti pangan, sandang, kesehatan, perumahan dan pendidikan yang diperlukan untuk bisa hidup dan bekerja. Kebutuhan pokok minimum diterjemahkan sebagai ukuran finansial dalam bentuk uang. Nilai kebutuhan minimum kebutuhan dasar tersebut dikenal dengan istilah garis kemiskinan. Penduduk yang pendapatannya di bawah garis kemiskinan digolongkan sebagai penduduk miskin. Garis kemiskinan absolut ini bersifat tetap. 

Kemiskinan relatif merupakan kondisi miskin karena pengaruh kebijakan pembangunan yang belum mampu menjangkau seluruh lapisan masyarakat sehingga menyebabkan ketimpangan distribusi pendapatan. Standar minimum disusun berdasarkan kondisi hidup suatu negara pada waktu tertentu dan perhatian terfokus pada golongan penduduk “termiskin”, atau lapisan terendah dari total penduduk yang telah diurutkan menurut pendapatan/pengeluaran. Kelompok ini merupakan penduduk relatif miskin. Dengan demikian, ukuran kemiskinan relatif sangat tergantung pada distribusi pendapatan/pengeluaran penduduk sehingga dengan menggunakan definisi ini berarti “orang miskin selalu hadir bersama kita”. 

Kemiskinan kultural yaitu jika sikap orang atau sekelompok masyarakat tersebut tidak mau berusaha memperbaiki tingkat kehidupannya sekalipun ada usaha dari pihak lain yang membantunya atau dengan kata lain seseorang tersebut miskin karena sikapnya sendiri yaitu pemalas dan tidak mau memperbaiki kondisinya. 

Banyak ukuran yang menentukan angka kemiskinan, salah satunya adalah garis kemiskinan. BPS (2010) menyatakan bahwa Garis kemiskinan adalah suatu ukuran yang menyatakan penjumlahan dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM). Penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita per bulan dibawah Garis Kemiskinan dikategorikan sebagai penduduk miskin. Garis Kemiskinan Makanan (GKM) merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2100 kilokalori perkapita perhari. Paket komoditi kebutuhan dasar makanan diwakili oleh 52 jenis komoditi (padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, dll) Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM) adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan dan kesehatan. Paket komoditi kebutuhan dasar non makanan diwakili oleh 51 jenis komoditi di perkotaan dan 47 jenis komoditi di pedesaan. 

Berdasarkan Garis kemiskinan yang telah ditentukan, maka jumlah penduduk miskin dapat didefinisikan dengan cara Head Count Index (HCI-P0), yaitu dengan menghitung persentase penduduk yang berada dibawah Garis Kemiskinan (GK). Selanjutnya dapat dihitung tingkat kedalam kemiskinan yang digambarkan oleh angka Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1). Ideks ini menunjukkan ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap batas kemiskinan, di mana semakin tinggi nilai indeks ini maka semakin besar rata-rata kesenjangan pengeluaran penduduk miskin terhadap garis kemiskinan, atau dengan kata lain semakin tinggi nilai indeks kedalaman kemiskinan menunjukkan kehidupan ekonomi penduduk miskin semakin terpuruk. Sedangkan angka Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) memberikan gambaran mengenai penyebaran pengeluaran diantara penduduk miskin itu sendiri, dan dapat juga digunakan untuk mengetahui intensitas kemiskinan. Semakin tinggi angka indeks ini maka sebaran pengeluaran diantara penduduk miskin itu semakin timpang dan sebaliknya.

Sumber :


BAPPENAS, 2004. ................................................................................... 

Booth, A. dan R.M. Sundrum. 1987. Distribusi Pendapatan, dalam A. Booth dan P.McCawley (Eds.) Ekonomi Orde Baru. Jakarta: LP3ES 

Djojohadikusumo, Sumitro. 1995. Perkembangan Pemikiran Ekonomi Dasar Teori Pertumbuhan dan Ekonomi Pembangunan, Penerbit LP3ES, Jakarta. 

Kuncoro, Mudrajad. 1997, Ekonomi Pembangunan, Teori, Masalah, dan Kebijakan, Edisi Ketiga, Penerbit UPP AMP YKPN, Yogyakarta. 

Sadisun, Imam. 2007. Peta Rawan Bencana : Suatu Informasi Fundamental dalam Program Pengurangan Resiko Bencana. Bandung : Pusat Mitigasi Bencana Institut Teknologi Bandung. 

Sholeh, Maimun. 2010. Kemiskinan : Telaah Dan Beberapa Strategi Penanggulangannya. Yogyakarta : Fakultas Ilmu Sosial Dan Ekonomi, Universitas Negeri Yogyakarta 

Somantri, Lili. 2010. Kajian Mitigasi Bencana Lonsor Lahan dengan Menggunakan Teknologi Penginderaan Jauh. Bandung : Jurusan Pendidikan Geografi FPIPS Universitas Pendidikan Indonesia. 

www.bnpg.go.id (diakses pada 13.30pm 5 April 2011, Oleh Munawaroh) 

www.worlbank.org (diakses pada 15.30pm 5 April 2011, Oleh Munawaroh) www.bgs.go.id (diakses pada 15.30pm 5 April 2011, Oleh Munawaroh)

No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...