Daerah aliran sungai (DAS) merupakan daerah dimana semua aliran airnya mengalir ke dalam suatu sungai dan dibatasi oleh topografi yang ditetapkan berdasarkan aliran permukaan bukan berdasarkan aliran bawah tanah (Sri Harto, 1993). Aliran permukaan yang dijadikan sebagai batas DAS ini didasari oleh aliran bawah permukaan tanah sulit ditetapkan karena sifatnya yang dinamis. (Putro, et al. 2003). Sherman (1932) dalam Sri Harto (1993) mengemukakan bahwa dalam suatu sistem DAS terdapat suatu sifat khas yang menunjukkan sifat tanggapan DAS terhadap suatu masukan tertentu. Yang dimaksud masukkan disini tentunya adalah air hujan yang jatuh di DAS.
a. Morfometri DAS
Sifat yang khas dari suatu DAS dapat dilihat dari morfometri DASnya. Morfometri DAS adalah pengukuran bentuk dan pola DAS yang dapat dilihat dari suatu peta. Gordon (1992) menjelaskan bahwa parameter dalam morfometri DAS saling berhubungan satu sama lain, sehingga seringkali salah satu parameter dapat dikadikan pewakil parameter lainnya. Parameter morfometri DAS terpilih yang saling berhubungan tersebut dapat digunakan untuk menduga respon hidrologi dari suatu DAS terhadap masukan curah hujan di kawasan tersebut.
Respon hidrologi dari suatu DAS terhadap masukan curah hujan dijelaskan pula oleh Asdak (2001) yang menyatakan bahwa beberapa parameter morfometri DAS seperti luas, kemiringan lereng, bentuk, kerapatan drainase dapat berpengaruh terhadap besaran dan timing dari hidrograf aliran yang dihasilkannya.
Pengaruh luasan DAS terhadap bentuk hidrograf aliran adalah pada waktu konsentrasi aliran air di daerah outlet dimana semakin besar luas DAS maka semakin banyak pula curah hujan yang diterima namun semakin lama waktu konsentrasi aliran air untuk mencapai debit puncaknya. Sehingga bentuk hidrograf dari DAS yang mempunyai luasan yang besar cenderung menjadi lebih panjang.
Kemiringan lereng DAS mempengaruhi cepat lambatnya laju run-off yang kemudian dapat mempercepat respon DAS terhadap curah hujan yang terjadi. DAS yang memiliki topografi relatif datar akan menghasilkan run-off yanng lebih kecil dibandingkan dengan DAS yang memiliki topografi yang miring.
Bentuk DAS mempengaruhi laju run-off dan waktu konsentrasi aliran di daerah outlet, sehingga dari faktor bentuk DAS ini dapat menghasilkan bentuk hidrograf yang berbeda antara DAS yang mempunyai bentuk yang memanjang dan sempit dengan DAS yang berbentuk cenderung membulat dan lebar. DAS yang memanjang dan sempit cenderung menurunkan laju run-off sehingga waktu konsentrasi untuk mencapai debit puncak di daerah outlet cenderung lebih lama daripada DAS yang membulat dan lebar.
Kerapatan drainase sangat berpengaruh dalam menentukan kecepatan run-off di DAS. Hubungannya adalah semakin tinggi kerapatan drainase maka semakin besar kecepatan run-off untuk curah hujan yang sama di DAS. Oleh karena itu, DAS dengan kerapatan drainase tinggi, maka debit puncaknya akan tercapai dalam waktu yang lebih cepat dibandingkan dengan DAS dengan kerapatan drainase rendah.
b. Hidograf Satuan Sintetik (HSS) GAMA I
Berdasarkan parameter morfometri DAS yang dapat digunakan untuk melakukan pendugaan karakteristik hidrologi, Sri Harto (1993) memodifikasi metode hidrograf satuan sintetik Snyder (1938) yang memanfaatkan parameter morfometri DAS dengan asumsi bahwa pengalihragaman hujan menjadi aliran baik pengaruh translasi maupun tampungannya dapat dijelaskan dipengaruhi oleh sistem DAS-nya. Modifikasi yang dilakukan oleh Sri Harto (1993) ini bertujuan untuk menemukan hidrograf satuan sintetik yang cocok untuk sungai-sungai di pulau jawa. Hasil modifikasinya adalah mendefinisikan parameter-parameter DAS yang dapat diukur langsung dari peta topografi yang secara hidrologik dapat mudah dijelaskan pengaruhnya terhadap hidrograf. Adapun parameter DAS yang dimaksudkan adalah sebagai berikut :
1. Faktor-sumber (SF), yaitu perbandingan antara jumlah panjang sungai-sungai orde 1 dengan jumlahpanjang sungai-sungai semua orde.
2. Frekuensi-sumber (SN), yaitu perbandingan antara jumlah pangsa sungai-sungai orde 1 dengan jumlah pangsa sungai-sungai semua orde.
3. Faktor-lebar (WF), yaitu perbandingan antara lebar DAS yang diukur di titik di sungai yang berjarak 0,75 L dengan lebar DASyang diukur di titik di sungai yang berjarak 0,25 L dari stasiun hidrometri.
4. Luas DAS di bagian hulu (RUA), yaitu perbandingan antara luas DAS yang diukur di hulu garis yang ditarik tegak lurus hubung antar stasiun hidrometri dengan titik yang paling dekat dengan titik berat DAS, melewati titik tersebut.
5. Faktor-simetri (SIM), yaitu hasil kali antara faktor-lebar (WF) dengan luas DAS di bagian hulu (RUA).
6. Jumlah pertemuan sungai (JN), adalah jumlah semua pertemuan sungai di dalam DAS. Jumlah ini diperoleh dari jumlah sungai orde 1 dikurangi satu.
7. Kerapatan-drainase (D) yaitu jumlah panjang sungai semua tingkat tiap satuan luas DAS.
8. Kemiringan DAS rata-rata (S) yaitu perbandingan selisih antara ketinggian titik tertinggi dan titik keluaran (outlet) pada sungai utama, dengan panjang sungai utama yang terletak pada kedua titik tersebut.
9. Panjang sungai utama (L) yaitu panjang sungai utama yang diukur mulai dari outlet sampai ke hulu.
10. Luas total DAS (A)
Hidrograf satuan sintetik (HSS) Gama I (Sri Harto, 1993) diperkirakan dengan menggunakan 4 variabel pokok yaitu :
· Waktu naik (TR) = 0,43 (L/100SF)3 + 1,0665 SIM + 1,2775
· Debit-puncak (Qp) = 0,1836 A0,5886 TR-0,4008 JN0,2381
· Waktu-Dasar (TB) = 27,4132 TR0,1457 S-0,0986
· Koefiosien tampungan (K) = 0,5617 A0,1798 S-0,1446 SF-1,0897 D0,0452
Dari keempat variabel pokok tersebut maka sisi resesi dinyatakan ke dalam persamaan eksponensial sebagai berikut :
Qt = Qp e-t/k
Dengan :
Qt = debit dihitung pada waktu t jam setelah Qp (m3/dtk)
Qp = debit puncak (dengan waktu pada saat debit puncak dianggap t=0) (m3/dtk)
K = koefisien tampungan
Hidrograf satuan sintetik (HSS) dengan model HSS GAMA I dapat digunakan untuk analisis respon DAS terhadap hujan untuk jangka panjang. Bangkitan HSS GAMA I untuk merupakan salah datu cara untuk pendugaan kondisi hidrologi DAS jangka panjang. Dalam pembuatannya, diperlukan beberapa parameter yang harus diperhatikan, yaitu indeks infiltrasi (Phi Indeks) serta hujan efektif berbagai kala ulang. (Sri Harto, 1993). Penentuan indeks infiltrasi dapat dilakukan dengan pendekatan morfometri DAS (Barnes,1959). Persamaan pendekatannya sebagai berikut :
Phi-Indeks = 10,4903 – 3,859 x 10-6 A2 + 1,6985 x 10-13 (A/SN)4
Dengan :
A : Luas DAS
SN : Frekuensi sumber
Indeks infiltrasi ini berguna untuk penentuan besarnya hujan efektif, sehingga besarnya hujan efektif dapat disajikan dengan rumus :
Hujan Efektif (P efektif) = P (hujan) – Phi Indeks
No comments:
Post a Comment